SURAT KUASA
MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN ( SKMHT )
Oleh : M.
Syukran Lubis, SH.,CN.,M.Kn
Pada asasnya
pemberian Hak Tanggungan wajib dihadiri dan dilakukan sendiri oleh Pemberi Hak
Tanggungan sebagai pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum membebankan
Hak Tanggungan atas obyek yang dijadikan jaminan. Namun apabila benar-benar
diperlukan dan berhalangan, maka kehadirannya untuk memberikan Hak Tanggungan
dan menandatangani APHT-nya dapat dikuasakan kepada pihak lain.
Ada 2 ( dua )
alasan penggunaan dan penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yaitu :
1). Alasan
Subjektif, antara lain :
- pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir sendiri di hadapan notaris / PPAT untuk membuat akta Hak Tanggungan ;
- prosedur pembebanan Hak Tanggungan panjang / lama ;
- biaya penggunaan Hak Tanggungan cukup tinggi ;
- kredit yang diberikan jangka pendek ;
- kredit yang diberikan tidak besar / kecil ;
- debitor sangat dipercaya / bonafid.
2). Alasan
Objektif, antara lain :
- Sertifikat belum diterbitkan ;
- balik nama atas tanah Pemberi Hak Tanggungan belum dilakukan ;
- pemecahan / penggabungan tanah belum selesai dilakukan atas nama Pemberi Hak Tanggungan ;
- roya / pencoretan belum dilakukan.
Pemberian kuasa wajib
dilakukan di hadapan seorang notaris atau PPAT, dengan suatu akta otentik yang
disebut Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan ( SKMHT ). Bentuk dan isi SKMHT
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN Nomor 3 Tahun
1996. Formulirnya disediakan oleh BPN melalui kantor pos ( Pasal 15 ayat (1) UU
Nomor 4 Tahun 1996 ).
SKMHT dibuat
oleh notaris atau PPAT yang bersangkutan dalam dua ganda. Semuanya asli ( “in
originali” ), ditandatangani oleh pemberi kuasa, penerima kuasa, 2 orang saksi
dan notaris atau PPAT yang membuatnya. Selembar disimpan di kantor notaris atau
PPAT yang bersangkutan. Lembar lainnya diberikan kepada penerima kuasa untuk
keperluan pemberian HT dan penggunaan APHT-nya. Dalam penggunaan SKMHT tidak
ada minut dan tidak juga dibuat “grosse” sebagai salinannya. PPAT wajib menolak
membuat APHT berdasarkan surat kuasa yang bukan SKMHT “in originali”, yang
formulirnya disediakan oleh Badan Pertanahan Nasional dan bentuk serta isinya
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 15 ayat
(1) UU Nomor 4 Tahun 1996 memuat larangan dan persyaratan bagi sahnya SKMHT
sebagai berikut :
1.
dilarang SKMHT memuat kuasa untuk
melakukan perbuatan hukum lainnya daripada membebankan Hak Tanggungan. Tidak dilarang
pemberi kuasa memberikan janji-janji yang dimaksudkan dalam Pasal 11 ayat (2)
UU Nomor 4 Tahun 1996.
2.
dilarang memuat kuasa substitusi. “Substitusi”
adalah penggantian penerima kuasa melalui peralihan, hingga ada penerima kuasa
baru.
3.
Wajib dicantumkan secara jelas obyek Hak
Tanggungan, jumlah utang, nama serta identitas kreditornya, nama serta
identitas debitor, apabila debitor bukan pemberi Hak Tanggungan.
4.
Apabila persyaratan tersebut tidak
dipenuhi atau dilanggar larangan-larangan di atas, SKMHT yang bersangkutan
menjadi batal demi hukum.
Kuasa untuk
memberikan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik kembali dan tidak dapat berakhir
oleh sebab apapun juga, juga jika Pemberi Hak Tanggungan meninggal dunia. Kuasa
tersebut berakhir setelah dilaksanakan atau telah habis jangka waktunya. Hal
tersebut diatur oleh undang-undang dalam rangka melindungi
kepentingan kreditor sebagai pihak yang umumnya diberi kuasa untuk membebankan Hak
Tanggungan yang dijanjikan.
Mengenai batas
waktu penggunaan SKMHT diatur dalam Pasal 15 ayat (3) dan ayat (4) UU Nomor 4
Tahun 1996. Apabila yang dijadikan obyek Hak Tanggungan hak atas tanah yang sudah didaftar, dalam waktu selambat-lambatnya
satu bulan sesudah diberikan, wajib diikuti dengan penggunaan APHT yang bersangkutan.
Sedangkan apabila yang dijadikan jaminan hak atas tanah yang belum didaftar,
jangka waktu penggunaannya dibatasi tiga bulan. Batas waktu tiga bulan berlaku
juga bilamana hak atas tanah yang bersangkutan sudah bersertifikat, tetapi
belum tercatat atas nama Pemberi Hak Tanggungan sebagai pemegang haknya yang
baru.
Pak mau tanya, apabila didalam pembuatan SKMHT si pihak pemberi kuasa tidak hadir di dalam penandatanganan nya dan kemudian skmht tersebut dibawa ke kantor tempat pemberi kuasa tersebut apakah tindakan tersebut dibenarkan? alasan hukum nya bagaimana ya pak? terimakasih
BalasHapus